Selasa, 29 April 2014

Cerpen Bahasa Indonesia

Jangan Menangis, Ibu!

Aku adalah diriku yang terdiam, tetapi aku masih bisa melihat air mata ibuku. Air mata yang berwarna bening, bersuhu dingin, terserap dalam benak kata yang terucap. Mengenang cinta terukir dalam hidup. Menginginkan suatu itu kembali.
Jangan menangis, Ibu! Kelak akan kuhapus air matamu itu, meskipun tanganku tak lagi dapat meraih pipimu yang semakin berkerut. Tetapi aku malah berani melangkah lebih maju darimu. Dimana harapan itu semakin sirna, semakin memudar dan berwarna keputihan. Jangan khawatir ibu! Aku akan menghapus air mata itu!
***
            “Bu, hari ini masak apa?”
            “Maunya masak apa nak?”
“Masak banyak, hehehe”
“Waduh, kok banyak nak? Sop ayam sama perkedel aja yaa”
“Oke, tapi jangan keasinan”
“Hahaha.. iya iya nak, sana belajar! Libur tetep harus belajar!”
“Iya bu”
Minggu siang yang mendung kali ini terasa mengusikku. Materi yang seharusnya bisa aku kuasai mendadak menjadi sebuah kalimat tak beraturan. “Huuh.. libur-libur suruh belajar.. cape deh” Hawa dingin aneh membuat bulu kudukku merinding, seakan-akan hawa itu memerintah untuk terus menoleh kepada ibuku. Serasa akan berteriak, sebuah sautan yang terus menggema dalam pikiranku, “Nak, Ibu masakin makanan kesukaanmu tapi jangan pergi ya.” Kubuang jauh pikiran itu, seperti semacam sugesti yang menggerogoti otakku. Aku harus kembali membuka lembaran buku di depan mataku, agar bisa membuat ibuku bahagia.
Acara TV yang kutonton sore ini tak menarik sama sekali. Kuputuskan untuk tidur, menyimpan tenaga untuk besok. Selimut handuk warna putih kutarik sampai ke ujung dagu. Saat aku memejamkan mata, sekilas aku melihat ibuku berurai air mata. Tangannya yang kasar membelai lembut pipiku, kemudian memegang tanganku, rasanya hangat sekali. Ia mengatakannya lagi, “Nak, Ibu masakin makanan kesukaanmu tapi jangan pergi ya.” Ingin berteriak dan menghapus air itu tapi tak bisa.
Jangan menangis, Ibu!
Sebuah mimpi yang cukup membuatku terkejut dan terbangun. Mimpi singkat tetapi cukup memakan waktu, meskipun mimpi itu hanya sebentar, tetapi jarum jam dinding kamarku sudah menunjukkan waktu siang. Aneh, hari sudah siang tetapi ibu tidak memarahiku. Dalam waktu sekejap saja aku berada di sekolah dan menulis sesuatu di selembar kertas. Aneh, aku tidak bisa membaca tulisannya tetapi aku bisa menulis.

***
            “Bu, tadi ulangannya dapet 96”
            “Wah, anak ibu pinter”
            Setelah percakapan singkat itu suasana semakin aneh. Aku berada si sebuah pabrik besar yang sedang mengolah susu cair untuk bahan makanan. Ibu mengajakku ke pabrik es krim mungkin. Tapi entah kenapa, perasaan gundah dan ratapan ibu yang selalu menusuk telingaku tiba-tiba hilang. Perasaanku saat ini adalah bahagia dan aku ingin menangis! Di situ aku mencicipi sebuah es krim entah aku lupa itu es krim rasa apa dan rasanya sangat lezaat sekali.
            Seperti memasuki mesin waktu, tiba-tiba saja aku berada di tengah-tengah jalan raya! Bagaimana tidak bingung aku berada di tempat seperti ini? Ingin mencoba bergerak tapi tidak bisa. Namun sekali lagi, aku mendengar suara teriakan ibuku, berbeda dari biasanya. “Sayaaaaaaanggggg...!!!!!”
            Kepalaku pening sekali, aku merasakan tubuhku terlampau sakit dan hanya bisa tergeletak. Aku tak bisa memandang sekeliling, tapi aku masih bisa mendengar suara tangisan ibuku. “Nak, Ibu masakin makanan kesukaanmu tapi jangan pergi ya.” Tangannya yang kasar memegang pipiku dan tanganku dengan hangat. Suara itu ada dan nyata sekarang. Suara itu berbeda sedikit, suara yang nyata membuat aku merinding dan ingin menangis. Jangan menangis, Ibu! Aku mohon!
            “Nak, Ibu masakin makanan kesukaanmu tapi jangan pergi ya nak.. sayang mau apa? Ayam krispi? Sop ayam? Telur semur? Nanti ibu bikinin semuanya nak, asal kamu jangan pergi. Bukalah matamu nak, barang sebentar saja. Ibu ingin memandangmu untuk terakhir kalinya...”
            Suara itu lirih, aku masih ingin mendengarnya. Aku coba sekuat tenaga untuk membuka mataku selebar mungkin, tapi tak bisa. Aku berusaha senyum sambil menangis, “Jangan menangis, Ibu!” ku basuh kedua air mata ibuku. Kemudian semuanya menjadi gelap. Sebuah teriakan lagi! “Toloooonggggg....!!!”
            Setelah itu aku tak dapat merasakan diriku lagi. Yang anehnya aku berdiri di belakang ibu. Aku berteriak sekeras mungkin tapi ibuku tak menoleh. Seakan setiap kata yang terucap terbawa angin menderu. Jangan menangis, Ibu! Akan ku hapus air matamu meskipun dari alam yang berbeda, meskipun harus menembus dinding yang begitu kuat.
            Kemudian aku terbangun dan tersentak. Oh Tuhan, ternyata hanya mimpi. Pantas saja aneh sekali jalan ceritanya. Mimpi yang begitu menegangkan. Tapi kudapati perutku lapar sekali, seperti tiga hari tak makan. Aku bangun menuju meja makan. Ibu, kau baik sekali padaku! Mengapa di meja makan terdapat menu kesukaanku?
            “Dek, sudah bangun?!!”
            “Iya Ibu, memang ada apa?”
            “Kamu sudah tidur seharian, nak. Berkali-kali ibu membangunkan adek tapi nggak bisa.”

            Aku melihat jam dinding di meja makan. Astaga! Lama benar aku tertidur! Sekarang sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sekali lagi aku melihat sorot mata ibu. Jika suatu saat Ibu menangis, akan kuusap air matanya. Jangan menangis, Ibu!

Jumat, 07 Februari 2014

urban legend - TETANGGA SEBELAH


Aku tinggal di perum Aa. Sebelumnya aku tinggal sendirian di perum Ab. Tapi, aku akhirnya pindah bersama sahabatku yang selalu bersedia menemani tidurku. Namanya Lia. Dia adalah sahabatku yang seperti ibuku sendiri. Membersihkan rumah, memasakkanku makanan, dll. Tapi sahabatku tak pernah merasa keberatan, malah selalu tersenyum saat aku bangun pagi. Dia selalu mengucapkan selamat pagi dengan tepukan di pundak. Justru dia mungkin lebih baik dari ibuku. Semenjak bercerai, orang tuaku pergi meninggalkanku dengan segepok uang. Setelah itu tidak ada kabar maupun kiriman uang lagi. Mungkin itu salah satu penyebab mengapa sahabatku begitu sayang padaku. Karena aku tidak punya teman.
Dua hari berikutnya, sahabatku izin tidak bisa menginap di rumahku karena ada acara keluarga yang sangat penting. Aku sempat memaksanya tidak perlu datang. Tapi akhirnya aku luluh juga, mengingat dia sudah sangat baik sekali kepadaku. Akhirnya aku membiarkan dia pergi dan menyuruhnya cepat kembali ke sini. Akhirnya aku yang mengurus sesuatu tentang rumah. Agak sulit memang, tapi yah, mau bagaimana lagi. Aku tidak menyukai rumah berantakan.
Siang hari saat aku sedang menyapu halaman, aku melihat ada orang pindahan. Rumahnya tepat di seberang rumahku. Aku melihat sekilas orang itu termasuk remaja sepertiku. Kalau tidak salah, ada tiga orang. Semuanya perempuan. Mungkin mereka satu kuliahan lalu menginap bersama agar menghemat uang. Aku membiarkan semuanya berlalu lalu aku pergi ke dalam. Tiduran sebentar menghilangkan rasa capek di badanku. Tiba-tiba, bel rumahku berbunyi..
Ting.. tong...
Siapa? Apa sahabatku? Tidak mungkin itu sahabatku. Sahabatku baru saja pergi dengan alasan penting. Tidak mungkin dia kembali lagi. Saat kucoba membukakan gagang pintu rumahku, aku melihat sesosok perempuan cantik dengan rambutnya yang sangat panjang menyentuh punggungnya. Dia mengenakan baju putih dan celana jeans pendek.
“Hai.. maaf mengganggumu. Aku tetangga barumu di seberang. Kurasa kau sudah tau tadi saat kau menyapu halaman rumahmu. Kalau boleh, aku ingin berteman denganmu. Bagaimana? Nanti kuajak makan malam. Kau tidak perlu memasak makan malam.”
Suaranya begitu ramah. Tapi aku sedikit canggung, aku sendiri belum mengenalnya dengan jelas. Perlu beberapa minggu untuk aku beradaptasi dengan seseorang. Termasuk berkenalan. Tiba-tiba dia menjulurkan tangannya.
“Vina Adelia. Kau bisa memanggilku Vina. Senang berkenalan denganmu.” Dia mengeluarkan suara genit khas perempuan miliknya. Dari suaranya, aku bisa menebak, dia orang yang ramah dan tidak berbahaya.
“Arum” jawabku singkat. Aku tidak ingin basa-basi. Karena aku belum tau siapa dirinya. Aku takut kalau aku dijadikan umpan.
“Senang berkenalan denganmu Arum. Malam ini kau harus datang ya! Jam 7 malam! Tak perlu memakai baju mewah. Kita hanya bersebelahan. Aku sangat senang jika kau datang. Aku permisi dulu ya. Sampai bertemu nanti malam!”
Perempuan itu langsung pamit pergi dan meninggalkan rumahku. Sangat tidak sopan. Aku tidak suka orang yang tidak sopan.
Malam jam 7, aku mengenakan baju apa adanya. Baju rumah dan celana jeans. Aku akan menghadiri rumahnya. Ingin melihat-lihat bagaimana keadaan disana. Enak atau tidak. Kemudian aku mengetuk pintu rumahnya. Pintu coklat berukir itu akhirnya terbuka.
“Hai Arum! Aku senang kau datang! Yuk kita langsung saja ke meja makan! Hanya kamu saja yang kami undang. Tetangga yang lain menolak. Masuk saja tak usah malu-malu!” aku tau kalau Vina pasti yang pertama menyambutku. Lalu aku menuju meja makan. Melihat-lihat atap rumah dan seisinya. Lumayan bagus juga. Terlintas dibenakku bahwa mereka pasti orang kaya.
Dua orang perempuan lainnya sedang tertawa keras. Satunya memegang gelas dan satunya lagi memegang botol. Bir. Itu botol bir. Baunya tercium sampai hidungku. Aku tidak menyukai orang yang tidak sopan. Aura benciku kepada mereka semakin menguat. Aku mulai ragu apakah Vina orang yang ramah atau mempunyai akal pembunuh?
Aku membuang jauh pikiran jelekku. Aku tidak mau lagi kesepian.
“Hei teman-teman! Dasar! Mabuk saja pikiran kalian! Kalian tidak sadar hah?! Kita kedatangan tamu! Sopanlah sedikit!!” bentak Vina tapi suaranya sedikit lembut.
“Oh.. maafkan kami. Kami tidak sadar jika ada kau.” Kata ke-2 orang itu pelan.
“Perkenalkan, dia Arum. Arum, mereka Kiki dan Putik.”
“Hai, senang berkenalan denganmu, Arum” kata mereka satu persatu sambil bersalaman denganku.
“Nah, mari kita makan malam!” kata Kiki dengan semangat.
Aku duduk di kursi bersebelahan dengan Vina. Kami mengobrol banyak. Hanya saja aku tidak terlalu ceria. Mungkin aku hanya tertawa sedikit saja. Hingga akhirnya, Putik menyodorkanku sebotol minuman.
“Hei Arum? Minumlah ini. Ini enak lho! Kau harus mencicipinya sedikit dulu.” Kata putik sembari menyodorkan botol bir kepadaku. Aku jijik melihatnya. Tidak betah. Aku ingin pulang, tetapi mereka seperti mengekangku. Mereka memaksaku bahwa aku harus minum bir dulu! Sudah kubilang, aku tidak suka orang yang tidak sopan! Kenapa mereka memaksaku?
“Tidak, terima kasih.” Jawabku sopan dan tegas. “Maaf, aku bukan pemabuk. Aku di didik menjadi orang yang sopan. Maaf.” Kataku sambil menyudutkan hati mereka. Tak kupedulikan wajah mereka yang hampir tidak menyukaiku karena aku sudah mengatai mereka.
“Hei Arum, mau coba? Ini tidak yang seperti kau bayangkan. Alkoholnya hanya 10%. Kami sengaja menyiapkannya untukmu. Minumlah sebagai rasa hormat dari kami karena kau sudah bersedia untuk datang makan malam.” Kata Vina menyikutku. Aku salah. Tak seharusnya aku menilai Vina itu orang yang sopan. Ternyata dia juga sama tidak sopannya dengan teman-teman.
“TIDAK! AKU TIDAK MAU! AKU AKAN PINDAH DARI PERUMAHAN INI! AKU AKAN MELAPORKAN KALIAN KE POLISI! KALIAN PEMABUK DAN PELACUR!” suaraku tercekat di tenggorokan. Aku tak terbiasa berteriak keras pada seseorang. Aku pantas membicarakan hal tersebut pada mereka. Mereka terlihat baik, tapi ternyata pemabuk. Sama saja pelacur! Aku tidak tahan dengan orang yang tidak sopan! Karena merasa keadaanku terancam, aku mencari pintu keluar tapi aku malah tersesat ke arah dapur. Kemudian aku kembali ke tempat semula untuk mencari pintu keluar, tiba-tiba aku melihat mereka sudah bersimbah darah. Darah segar masih memancar dari perut masing-masing. Aku tidak tahan, lalu akhirnya, semua menjadi gelap. Amat gelap.
Saat aku terbangun, aku kaget mendapati diriku terbaring di tempat tidur. Ini siang hari! Apakah ini mimpi? Apakah benar ada tetangga baru? Apakah benar mereka dibunuh? Dibunuh oleh siapa? Tak sadar ternyata tubuhku penuh dengan keringat dingin. Keringatku semakin mendingin kala melihat bajuku bersimbah darah. Cepat-cepat aku mencucinya lalu membakarnya. Aku memakai baju baruku dengan terburu-buru.
Ting.. tong..
Hah? Siapa itu? Apa ini time machine? Jangan-jangan itu adalah tetangga baru? Dengan segera aku membukakan pintu kayu rumahku. Terlihat sahabatku berdiri di depan pintu dengan senyum gembira.
“Hai Arum, maafkan aku meninggalkanmu seharian. Aku kangen kamu. Udah siang nih, kamu mau makan apa? Aku baru belanja makanan tadi.” Kata Lia penuh sopan. Aku menyukai hal-hal berbau sopan. Karena sudah rindu berat padanya, aku langsung menariknya masuk dan membantu membawa barang belanjaanya.
“Li, aku mau cerita. Semalam, aku mimpi aneh. Tolong jelaskan apa maksud mimpi itu! Setelah itu, baru kau memasakkan makan siang untuk kita.”
“Uuh.. oke, kamu mau cerita apa? Memangnya ada apa sih?”
“Semalam, aku bermimpi, aku diajak makan malam sama tetangga baru di seberang rumah. Mereka memaksaku karena tidak ada tetangga lain yang mau datang. Karena merasa tidak enak, akhirnya aku datang. Kami mengobrol banyak dengan tetangga baru itu. Tiba-tiba salah satu dari mereka menyodorkanku sebotol bir. Aku sadar bahwa mereka pemabuk, aku berusaha keluar, tapi malah tersesat di dapur, saat aku kembali mencari pintu keluar, aku mendapati mereka sudah terbunuh. Kira-kira apa maksud mimpi itu ya? Menyeramkan sekali!”
“Iih.. kok aneh ya? Perasaanmu aja mungkin? Apa sebuah pertanda? Saat tetangga baru terbunuh, kau sedang apa?”
“Tidak tau. Aku tiba-tiba pingsan karena merasa jijik melihat darah.”
“Ooh.. yasudahlah, buang saja mimpi buruk itu jauh-jauh. Aku mau memasak. Aku sudah lapar. Kau pasti juga sudah lapar kan?”
“Iya, lapar!”
Malam harinya, karena merasa penasaran dengan rumah tersebut, aku pergi ke rumah seberang. Aku pergi diam-diam tanpa sepengetahuan sahabatku. Sahabatku sedang tidur, jadi aku tidak mau mengganggunya. Aku memasuki pintu ukirnya. Tidak dikunci. Memudahkanku untuk masuk ke dalam dan memeriksa semuanya.
Saat aku masuk ke dalam rumah, aromanya busuk sekali. Sangat busuk. Aku jijik sekali. Aku terkaget-kaget melihat mayat mereka masih utuh di meja makan dan sedikit membusuk. Makanan diatas meja makanpun sudah menjadi basi. Karena jijik, aku membereskan mayat mereka. Aku tidak menyukai rumah yang berantakan. Aku membuang sisa-sisa makanan yang ada di meja makan. Lalu mencuci piringnya di dapur. Aku memeriksa keadaan dapur apakah baik-baik saja.
“Tinggal diserahkan ke polisi saja masalah yang aneh ini.” Kataku kecil.
Dari dapur rumah sebelah, aku mencuri barang bagus milik tetangga baru itu. Warnanya sangat mengilat sekali apabila terkena cahaya. Bahkan lebih mengilat daripada punyaku. Ukurannya juga lebih besar sedikit. Saat aku pulang aku kaget mendapati sahabatku terbangun.
“Kau dari mana saja? Aku takut sendirian tau! Laparkah kau? Kalau lapar, akan aku masakkan mie goreng.”
“Tidak. Tidak dari mana-mana kok.”
Sahabatku kaget melihat bajuku penuh dengan bercak darah. “Rum, itu dibajumu kok ada bercak merah? Cat? Apa darah? Kamu habis ngapain? Kalo kamu mau masak, bangunkan saja aku.”
“Iya, gampang.” Jawabku singkat.
Sahabatku lebih kaget lagi melihat benda besar mengilat terkena lampu yang ada di tanganku. “Haa..hah? i..itu, pisau? Buat apa? Kita kan sudah punya pisau.”
“BUAT MEMBUNUH MEREKA!” tak sadar aku tertawa seperti psikopat. “Mereka itu perempuan pelacur yang tidak punya sopan santun! Aku muak dengan orang seperti mereka! Aku muak dengan hal yang membuat hatiku sedih atau terusik! Aku muak!” kataku seperti orang kesurupan. Sambil terkekeh-kekeh.
“Baiklah, aku tidur saja. Besok aku masakkan makanan yang spesial untukmu. Aku mengantuk.” Kata sahabatku dengan nada mengantuk yang dibuat-buat. Aku tahu dia takut. Tapi dia berusaha menyembunyikannya. Aku tidak akan menyakiti sahabatku. Maka aku memperbolehkannya tidur.
“Ya, tidur saja. Kau pasti lelah” seruku lembut sambil meletakkan pisau di meja makan.
Keesokan paginya, aku mendapati sahabatku tidak ada di kasur. Aku bingung mencarinya kemana-mana. Namun saat aku menuju meja makan, ada banyak makanan enak disana. Aku tidak sabar untuk memakannya. Saat aku mau mengambil piring, kulihat ada surat tergeletak diatas piring yang akan kuambil.
‘Aku pergi Arum, dadah’
Aku menangis membaca tulisan tangan Lia. Aku sedih sahabatku meninggalkanku. Hatiku begitu hancur. Aku bertekad menemukannya hari ini dan memeluknya sambil membawa benda kesayanganku. Karena hatiku sedih ditinggalkannya. Aku tidak punya teman.


-SELESAI-

urban legend by me ^^ #agakmerindingbacanyatwips

Selasa, 09 Juli 2013

10 Pantangan Setelah Makan

Halo semua. Dalam artikel ini memuat 10 pantangan setelah makan. Akan sangat berguna untuk kita, sehubungan dengan usia kita yang sedang dalam masa pertumbuhan. Dapat mengingatkan kita untuk mengatur pola makan agar tidak asal-asalan yang pada akhirnya justru membahayakan dalam tubuh kita. Selamat membaca :))



1. MAKAN BUAH-BUAHAN



Kebiasaan makan buah setelah makan adalah kebiasaan yang keliru. Setelah makanan masuk ke lambung, lambung membutuhkan  waktu 1-2 jam untuk mencerna. Jika seusai makan langsung menyantap buah, buah akan terhambat oleh makanan yang lebih dulu disantap. Akibatnya buah-buahan tidak bisa tercerna secara normal. Jika berlangsung lama akan menyebabkan gejala perut kembung, diare, atau susah buang air besar, dll.


2. MINUM TEH KENTAL

Minum teh sesudah makan, dapat mengencerkan getah lambung, akibatnya mempengaruhi pencernaan makanan. Selain itu, daun teh banyak mengandung tanin (asam  tanat). Jika minum teh sesudah makan, akan membuat protein yang belum sempat dicerna lambung menyatu dengan asam tanat dan membentuk sendimen yang sulit dicerna, sehingga mempengaruhi sarapan protein. Teh juga memperhambat sarapan zat besi, jika keadaan demikian berlangsung lama dapat terjadi gejala anemia karena kekurangan zat besi.





3. MEROKOK

Bahaya merokok sehabis makan lebih besar 10x lipat dibandingkan hari-hari biasa!! Ini dikarenakan peredaran darah pada saluran pencernaan meningkat, akibatnya sejumlah besar kandungan dalam rokok yang tidak baik bagi kesehatan diserap, sehingga bisa merusak hati, otak besar, dan pembuluh darah jantung.






4. MANDI

Mandi sehabis makan, volume aliran darah pada permukaan tubuh akan meningkat, dan volume aliran darah pada saluran usus dan lambung akan berkurang. Sehingga membuat fungsi pencernaan usus lambung melemah dan menyebabkan penceernaan buruk.








5. MENGENDORKAN IKAT PINGGANG

Mengendorkan ikat pinggang sehabis makanmeskipun terasa agak nyaman, tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan turunnya tekanan dalam rongga perut, memaksa lambung turun (terjuntai). Jika kebiasaan tersebut terus dilakukan, akan benar-benar mengidap lambung turun.




6. BERJALAN-JALAN

"Makan angin" sehabis makan, bukan saja tidak dapat hidup "99" (panjang umur), bahkan karena meningkatkan volume olahraga sehingga dapat mempengaruhi saluran pencernaan terhadap serapan gizi. Terutama manula, fungsi jantung melemah, penyempitan pembuluh darah, banyak jalan seusai makan akan menimbulkan gejala tekanan darah menurun, dll.








7. BERKARAOKE
Seusai makan lambung kita membesar, dinding lambung menjadi tipis, volume aliran darah meningkat. Saat demikian, bernyanyi dapat membuat sekat rongga badan pindah ke bawah, beban rongga perut bertambah, jika ringan menyebabkan pencernaan buruk, sebaliknya dapat menyebabkan gangguan pada lambung, dll.






8. MENGENDARAI MOTOR

Rawan kecelakaan jika habis makan lalu menjalankan kendaraan. Ini dikarenakan sehabis makan, lambung dan usus membutuhkan sejumlah besar darah dalam mencerna makanan. Mengakibatkan organ otak besar kekurangan darah untuk sementara waktu. Sehingga dapat menyebabkan kesalahan operasional.








9. TIDUR

Sehabis makan langsung tidur jika dalam jangka panjang dijaman bakal usus buntu !!









10. OLAHRAGA

Itu namanya cari penyakit. Olahraga setelah makan juga mudah terkena usus buntu. ****